Selasa, 01 Oktober 2013

Rajabiyah: Tradisi Tahunan Desa Prawoto



Rajabiyah atau Rejeban adalah acara tahunan yang diselenggarakan warga desa Prawoto, kecamatan Sukolilo, kabupaten Pati untuk memperingati haul Mbah Sunan Prawoto yang jatuh pada tanggal 17 Rajab. Sunan Prawoto atau Raden Bagus Hadi Mukmin adalah seorang raja Demak keempat yang memerintah tahun 1546-1549, sepeninggal Sultan Trenggana. Raden Mukmin merupakan orang yang lebih suka hidup sebagai seorang ulama daripada sebagai seorang raja. Beliau memindahkan pusat pemerintahan Bintoro ke bukit Prawoto dan menyebarkan agama Islam di Prawoto. Jadi, acara Rajabiyah ini merupakan bentuk penghormatan kepada Raden Mukmin yang telah berjasa menyebarkan Islam di Prawoto.
Warga desa biasanya ziarah pada malam Jumat, dan pada hari-hari sekitar haul beliau inilah jumlah peziarah lebih banyak beberapa kali lipat dibandingkan dengan hari-hari biasa. Orang-rang yang datang berziarah tidak hanya dari desa Prawoto, namun juga dari luar desa.
Pasar malam yang berada di pasar lama desa Prawoto yang terletak di sekitar balai desa merupakan hiburan bagi warga setempat maupun warga desa sekitar yang datang untuk ziarah ke makam atau memang untuk mengunjungi pasar malam. Pasar malam ini ada sejak awal Rajab atau akhir Jumadil Akhir sampai dua malam setelah acara puncak. Bagi warga desa Prawoto, pasar malam ini merupakan hiburan tersendiri karena hanya ada setahun sekali.
Acara puncak Rajabiyah atau Rejeban biasanya dilaksanakan pada tanggal 16 Rajab siang sampai sore berupa arak-arakan untuk mengarak Lurup, yaitu kain penutup makam Mbah Sunan Prawoto. Lurup akan diarak keliling desa sepanjang kurang lebih 5 kilometer. Pembawa Lurup adalah beberapa gadis desa yang berdandan memakai kebaya dan mereka berada di barisan paling depan arak-arakan dengan diiringi oleh siswa-siswi sekolah-sekolah yang ada di Prawoto, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, sampai dengan Madrasah Aliah, serta Madrasah Diniyah. Selain siswa-siswi, ikut pula para anak muda desa dengan membawa hasil karyanya yang disebut karnafal. Karnafal ini dibuat oleh para anak muda untuk mewakili langgar/musholanya masing-masing. Sedangkan hampir seluruh warga desa yang tidak ikut arak-arakan menyempatkan diri untuk menonton acara tahunan ini di sepanjang jalan yang dilewati arak-arakan.
Arak-arakan dimulai dari lapangan balai desa, kemudian berjalan sepanjang kira-kira 5 kilometer dan menuju ke makan Mbah Sunan Prawoto. Di makam itulah Lurup diserahkan kepada juru kunci makam untuk dipasangkan kembali ke makam. Setelah samapai di  makam, menandakan  arak-arakan sudah selesai dan anggota arak-arakan diperbolehkan pulang.
Pada malam setelah acara puncak tersebut, diadakan pengajian akbar di makam Mbah Sunan Prawoto dengan mendatangkan kyai atau penceramah dari luar daerah. Orang yang datang untuk mendengarkan ceramah atau oleh warga desa biasa disebut “Hormat” kebanyakan adalah ibu-ibu dan bapak-bapak, namun para pemuda yang hadir juga cukup banyak. Para warga yang sebelumnya belum sempat ziarah ke makam, biasanya menyempatkan diri untuk berziarah pada malam ini.
Tradisi warga Prawoto pada hari-hari besar Islam adalah diadakannya bancaan di setiap langgar/mushola. Adapula kampung-kempung tertentu yang mengadakan bancaan di perempatan atau tempat keramat, khususnya pada bulan Syuro/Muharram. Di Prawoto terdapat 3 makam pemuka agama zaman dulu yang sering dikunjungi, yakni makam Mbah Tabek Merto di kampung Domasan, makam Mbah Kholifah di kampung Masjid Kauman yang terletak di tengah sawah, serta Mbah Sunan Prawoto di kampung Brentolo. Namun yang paling terlihat dalam memperingati haul masing-masing pemuka agama adalah haulnya Mbah Sunan Prawoto. Seperti halnya tradisi-tradisi yang ada di Jawa, tradisi di Prawoto merupakan sinkretisasi antara agama Islam dengan agama atau kepercayaan yang sudah ada sebelum agama Islam masuk.

Apabila Anda menemukan kesalahan atau kekurangan dalam tulisan ini, tolong bantu saya untuk memperbaikinya dengan mengirimi saya e-mail ke maulida.cmh@gmail.com. Terimakasih banyak... ^_^